Minggu, 14 Mei 2017

LAPORAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


PERCOBAAN IV

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

I.          Tujuan

          Mempelajari cara pemisahan suatu campuran dengan kromatografi lapis tipis.

          Menurut Gritter,et al, (1991), kromatografi ditemui oleh Michael J. Sweet, seorang ahli botani di Universitas Warsaw (polandia). Pada tahun 1906, kromatografi terbentuk apabila terdapat satu fasa diam, dan satu fasa gerak (mobility). Fasa diam dalam kromatografi biasanya adalah padatan atau cairan, dan fasa geraknya adalah cairan atau gas. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan, dan kromatografi preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah :
·            Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan).
·            Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorpsi, penjerapan).
·            Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian).
       Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. Kromatografi lapis tipis dapat di gunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dijelaskan dengan kromatografi kertas (Kurniawan dan Santosa, 2004).
       Kromatografi lapis tipis merupakan cara cepat dan mudah untuk dapat melihat kemurnian suatu sampel maupun karakterisasi sampel dengan menggunakan standar. Cara ini praktis untuk analisis data skala kecil karena hanya memerlukan bahan yang sangat sedikit dan waktu yang di butuhkan singkat. Kemurnian suatu senyawa bisa dilihat dari jumlah bercak yang terjadi

pada plat kromatografi lapis tipis atau pun jumlah puncak kromatogram kromatografi lapis tipis. Uji kualitatif pada kromatografi lapis tipis dapat dilakukan dengan membandingkan waktu retensi kromatogram sampel dengan kromatogram senyawa standar (Handayani,et al., 2005).
       Dalam analisis kimia suatu bahan, maka akan sering dihadapkan pada pekerjaan-pekerjaan seperti menghilangkan konstituen pengganggu atau mengisolasikannya maupun memekatkan konstituen yang dikehendaki sebelum dilakukuan identifikasi maupun pengukuran  jumlahnya. Untuk melakukan  analisis  kimia  tersebut  maka  kita  harus menggunakan suatu metode agar dapat menentukan hasil yang tepat, kromatografi salah satunya, dan dapat pula digunakan sebagai analisa secara kuantitatif. Kromatografi adalah suatu metoda untuk separasi yang menyangkut komponen suatu contoh di mana komponen dibagi-bagikan antara dua tahap, salah satu yang mana adalah keperluan selagi gerak yang lain. Di dalam gas kromatografi adalah gas mengangsur suatu cairan atau tahap keperluan padat. Di dalam cairan kromatografi adalah campuran cairan pindah gerakkan melalui cairan yang lain, suatu padat, atau suatu ‘gel’ agar. Mekanisme separasi komponen mungkin adalah adsorpsi, daya larut diferensial, ion-exchange, penyebaran/perembesan, atau mekanisme lain (David, 2010).
          Kromatografi lapis tipis dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Gritter et al, 1991).
       Kromatografi lapis tipis juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi–pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari kromatografi lapis tipis adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0.
       Menurut Gandjar dan Rohman( 2007), fase yang digunakan pada KLT yaitu:
1. Fase Diam
          Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap  berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja kromatografi lapis tipis dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada kromatografi lapis tipis adalah adsorpsi dan partisi.
2. Fase Gerak
          Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
a.         Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT     merupakan teknik yang sensitif.
b.         Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf        terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
c.         Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti   juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar    seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan   meningkatkan harga Rf secara signifikan.
d.         Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran        pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan    perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia            masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.
          Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 µl. Tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah ditotolkan sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak harus dibawah lempeng bertotol sampel.
1.1   Alat
a.      Plat KLT
b.      Kertas saring
c.      Pipa Kapiler
d.      Chamber
e.      Kaca


3.2 Bahan
No
Bahan
Sifat Fisika
Sifat Kimia
Bahaya
Penanggulangan
1.
Kloroform (Non Polar)
- Cairan tidak berwarna
-Bau menyengat                -Mudah menguap
-Massa molar 119,39 gr/mol
-Karsinogenik, Iritasi, Pusing dan mual
-Cuci bagian yang terkontaminasi, pindah ke tempat berudara segar.

2.
Aseton
(semi Polar)
-Cairan tidak berwarna
-Titik Leleh: -94,9
-Titik Didih: 56,53
-Massa molar 58,08 gr/mol
-Iritasi, mual, pusing, kantuk
-Cuci bagian yang terkontaminasi, pindah ke tempat berudara segar

3.
Asam Format
(polar)
-Penampilan Cairan tidak berwarna
-Densitas 1.22 g/mL
-Bm : 46,03
-Mudah larut dalam aseton dan air dingin
-Iritasi
-Cuci bagian yang terkontaminasi, pindah ke tempat berudara segar

4.
Asam Asetat Glasial    (Polar)
-Cairan jernih
-Tidak berwarna
-Bilangan iodine (912/100)
-Mudah terbakar
-Disimpan dalam wadah tertutup rapat, jauhkan dari sumber api.

Sampel
 


Hasil
Disiapkan plat KLT dan diberi garis dengan pensil 0,5-1 cm                                                                                        Disiapkan fase gerak dengan perbandingan tertentu            Ditotolkan sampel menggunakan pipa kapiler              Didiamkan sampai kering                                                   Dimasukkan kedalam chamber                                        Diangkat plat dari chamber bila pelarut sudah sampai batas                                                                                       Didiamkan sampai kering di udara                                  Dilihat kromatogram dengan lampu ultraviolet atau uap iodium                                                                                    Dihitung harga Rf masing-masing komponen                                                                                    

           
          Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan distribusi dan komponen diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Prinsip kerjanya yaitu memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Fase diam yang digunakan pada percobaan ini yaitu berbentuk plat silika dengan fase gerak berupa larutan kombinasi antara gabungan komposisi kloroform, aseton dan asam asetat. Campuran larutan ini dinamakan dengan eluen. Semakin dekat kepolaran dengan sampel dan eluen, maka sampel akan terbawa oleh fase gerak tersebut.
          Sampel yang digunakan dalam pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis ini adalah minyak kemiri hasil sokletasi pada praktikum sebelumnya. Dapat diketahui bahwa minyak kemiri ini memiliki besar densitas atau berat jenis 0,746 gram/mL. Sedangkan menurut SNI (1998), minyak kemiri memiliki sifat fisika dan kimia dengan densitas sebesar 0,9240-0,9290 gram/cm3. Minyak kemiri merupakan jenis lipid, sehingga memiliki sifat nonpolar, dengan kandungan terbesar berupa asam palmitat sebesar 55%. Sampel dari minyak kemiri ini merupakan larutan uji yang akan dipisahkan.
          Larutan uji minyak kemiri diambil menggunakan pipa kapiler kemudian ditotolkan pada plat. Plat yang digunakan merupakan plat silika yang memiliki ukuran panjang 5 cm, dan lebar 1 cm. Pada ujung atas dan ujung bawah dari plat dibuat garis dengan menggunakan pensil dengan ukuran 0,5 cm. Sehingga panjang jarak yang akan ditempuh oleh eluen nantinya adalah sepanjang 4 cm.
          Silika gel merupakan fase diam yang digunakan dalam pemisahan menggunakan kromatografi lapis tipis. Rumus dari silika gel yaitu SiO2.H2O. silika gel merupakan butiran yang berpori. Pemotongan plat harus dilakukan secara hati-hati supaya tidak merusak struktur dari plat silika yang akan digunakan. Plat silika merupakan lempengan berwarna putih dan memiliki struktur yang berlubang dengan porositas yang tinggi yaitu sekitar 800 m2/gram. Oleh karena itulah silika dapat dimanfaatkan sebagai zat penyerap atau pengering.
          Selanjutnya plat kromatografi lapis tipis yang sudah ditotolkan dengan sampel minyak kemiri dimasukkan ke dalam chamber atau bejana. Namun, dalam percobaan ini digunakan alternatif berupa gelas beaker. Gelas beaker sudah diisi dengan campuran larutan berupa eluen yang akan berperan sebagai fase gerak. Tepi bagian bawah kromatografi lapis tipis yang telah ditotol sampel minyak kemiri dicelupkan ke dalam fase gerak kurang dari 0,5 cm, karena jarak yang digaris menggunakan pensil sebelumnya adalah 0,5 cm. Tinggi fase gerak di dalam chamber harus di bawah plat silika yang berisi totolan sampel minyak kemiri. Bejana kromatografi atau gelas beaker ini harus tertutup rapat karena fase gerak yang digunakan mudah menguap. Sebaiknya fase gerak digunakan sedikit mungkin tetapi tetap harus mampu mengelusi plat atau lempengan sampai pada ketinggian plat yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Namun pada percobaan ini, penjenuhan fase gerak hanya dilakukan dengan menutup gelas beaker secara rapat menggunakan alumunium foil sehingga fase gerak jenuh dan tidak menguap.
          Fase gerak atau eluen yang digunakan adalah larutan campuran dari kloroform, aseton, dan asam asetat glasial. Kloroform (CH3Cl) merupakan cairan tidak berwarna nonpolar yang memiliki viskositas 0,563 cP dan densitas pada suhu 25oC sebesar1,489 gram/cm3. Aseton yaitu larutan tidak berwarna yang bersifat semi polar. Aseton (C3H6O) merupakan senyawa dengan gugus karboksil berupa keton. Aseton memiliki viskositas 0,32 cP dengan densitasnya 0,79 gram/cm3. Sedangkan asam asetat glasial (CH3COOH) adalah larutan bening tidak berwarna yang memiliki sifat polar. Asam asetat glasial memiliki bau yang menyengat seperti cuka. Asam asetat glasial artinya asam asetat pekat yang mengandung asam cuka C2H4O2 tidak kurang dari 99,5%.
          Fase gerak menggunakan campuran larutan dari aseton, kloroform dan asam asetat glasial. Larutan (I) adalah fase gerak atau eluen dengan komposisi 3 mL aseton, 1 mL kloroform, dan 1 mL asam asetat glasial, sehingga larutan (I) memiliki sifat yang cenderung semipolar. Pada larutan (II), komposisi eluen atau fase gerak adalah 3 mL kloroform, 1 mL aseton, dan 1 mL asam asetat glasial, sehingga larutan (II) memiliki sifat yang cenderung nonpolar. Sedangkan pada larutan (III), komposisi dari eluen atau fase geraknya adalah 3 mL asam asetat glasial, 1 mL kloroform, dan 1 mL aseton, sehingga larutan (III) memiliki sifat yang cenderung polar. Bila sampel telah ditotolkan, maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel ke dalam bejana kromatografi yang telah dijemuhi dengan uap fase gerak. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung kertas saring, maka didapat fase gerak yang telah jenuh. Plat kromatografi lapis tipis yang telah dicelupkan pada masing-masing fase gerak kemudian diangkat dari beaker glass lalu dikeringkan. Setelah kering maka akan ditentukan jarak Rf melalui bercak noda yang terdapat dalam plat kromatografi lapis tipis. Namun karena larutan fase gerak merupakan cairan tidak berwarna, maka pendeteksian bercak yang terdapat di plat kromatografi lapis tipis dilakukakan dengan menggunakan uap iodium. Plat kromatografi lapis tipis yang telah dielusi dan dikeringkan, kemudian dimasukkan ke dalam beaker gelas tertutup lalu diguncang. Kristal iodium akan menghasilkan uap yang akan mengubah kromatografi lapis tipis yang semula tidak berwarna, berubah menjadi timbul noda  bercak yang berwarna kuning. Hal ini dapat terjadi karena uap iodium bereaksi dengan bercak noda.
Bercak noda yang timbul kemudian diukur dengan menggunakan penggaris lalu ditentukan nilai Rf.
Tabel 1. Hasil Pengamatan kromatografi lapis tipis
No
Perlakuan
Hasil
1

Kloroform: Aseton: Asam asetat Glasial
1: 3: 1

Kuning Orange
Rf : 0,750
2
Kloroform: Aseton: Asam asetat Glasial 3: 1: 1
Orange
Rf : 0,475
3
Kloroform: Aseton: Asam asetat Glasial 1: 1: 3
Orange Pucat
Rf : 0,700
Keterangan : Hasil pengujian dengan menggunakan KLT dengan perbandingan pelarut berbeda dan menghasilkan Rf yang berbeda.

Adapun hasil bercak noda sampel pada KLT yaitu sebagai berikut :

Gambar 1.                            Gambar 2.                           Gambar 3.
    Bercak noda dengan              Bercak noda dengan            Bercak noda dengan
            eluen 1: 3: 1                            eluen 3: 1: 1                       eluen 3: 1: 1
           
Nilai Rf menyatakan derajat retensi suatu komponen dala fase diam. Hal ini dikarenakan jarak antara jalannya suatu pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang telah terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak platnya berbeda. Rf merupakan perbandingan dari jarak yang ditempuh komponen dengan jarak yang ditempuh pelarut. Semakin besar nilai Rf maka akan semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa ataupun komponen dalam plat kromatografi tersebut.
            Proses elusi sampel minyak atsiri bergerak naik dengan adanya gaya kapiler. Senyawa non polar kurang melekat pada fase diam sehingga memiliki jalur laju alir yang lebih besar keatas plat. Hal ini disebabkan karena plat silika/fase diamnya bersifat polar. Jarak tempuh keatas lempeng plat merupakan cermin polaritas senyawa (like dissolve like). Komponen yang kurang diserap oleh absorben akan lebih cepat naik pada plat, sehingga komponen yang kuat diserap akan lebih lambat naik. Sampel minyak kemiri bersifat non polar, maka berdasarkan prinsip like disolve like, maka komponen minyak kemiri akan lebih mudah menyerap larutan yang cenderung non polar juga yaitu larutan nomor dua dengan perbandingan komposisi 3 mL kloroform, 1 mL aseton, dan 1 mL asam asetat glasial. Karena sama menyerap, maka jarak yang ditempuh akan semakin semakin panjang yang mengakibatkan nilai Rf semakin besar. Hal ini sesuai dengan data hasil percobaan bahwa nilai Rf terkecil adalah pada campuran larutan kedua jenis eluen atau fase gerak terbaik untuk memisahkan komponen minyak kemiri adalah larutan dengan komposisi 3 mL kloroform, 1 mL aseton dan 1 mL asam asetat glasial.
            Namun dilihat dari hasil noda bercak, larutan pertama yang komposisinya 1 mL kloroform, 3 mL aseton dan 1 mL asam asetat glasial memiliki spot titik bercak yang paling baik karena nilai Rf yang baik adalah 0,2-0,8. Selain itu, hal ini juga disebabkan karena tampak hanya satu titik saja sedangkan bercak ganda atau berekor menunjukkan bahwa sampel larutan uji, komponenya tidak dapat terpisah dengan baik. Namun, bercak yang berekor atau tidak beraturan dapat pula disebabkan karena proses penotolan yang berulang-ulang serta tidak tepat.
            Kelebihan dari metode kromatografi lapis tipis ini adalah lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis, pemisahan komponen dapat diidentifikasi dengan cara fluoresensi, hanya membutuhkan sedikit pelarut, proses preparasi sampel mudah serta biayanya yang terjangkau. Namun, kendala dalam melakukan metode kromatografi lapis tipis adalah dibutuhkannya sistem trial dan error untuk menentukan jenis eluen yang cocok, memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan aplikasinya dalam multidisiplin ilmu dan menerapkannya agar mendapatkan bercak noda yang diharapkan.


6.1      Kesimpulan
     Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang sederhana yang biasanya digunakan untuk identifikasi senyawa-senyawa organik. Pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis dilakukan dengan cara menotolkan sampel pada lempengan lapis tipis kemudian memasukkannya ke dalam chamber yang berisi eluen dengan perbandingan pelarut tertentu. Prinsip dari kromatografi lapis tipis yaitu pemisahan senyawa berdasarkan kepolaran fase diam dan senyawa yang diuji.
6.2      Saran
          Dalam melakukan praktikum kromatografi lapis tipis, diperlukan pemahaman tentang kepolaran larutan untuk memudahkan praktikan        dalam melakukan percobaan dan membahas hasil percobaan.



David. 2010. Pengantar Kromatografi. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press.
Gandjar  I. G., dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka             Pelajar.
Gritter R. J., J. M. Bobbit dan E. S. Arthur. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press.
Handayani S., S. Sunartodan dan Kristianingrum. 2005. “Kromatografi Lapis Tipis untuk Penentuan Kadar Hesperidin dalam Kulit Buah Jeruk”. Jurnal Penelitian Saintek. Vol 10 (1).
Kurniawan Y., dan Santosa. 2004. “Pengaruh JumLah Umpan dan Laju Alir Eluen           Pada Pemisahan Sukrosa dari Tetes Tebu Secara Kromatografi”. Jurnal Ilmu    Dasar. Vol 5 (1).







LAMPIRAN

A.    PERHITUNGAN
No
Perlakuan
Hasil
1
Kloroform: Aseton: Asam asetat Glasial
1: 3: 1
Kuning Orange
Rf : 0,750
2
Kloroform: Aseton: Asam asetat Glasial 3: 1: 1
Orange
Rf : 0,475
3
Kloroform: Aseton: Asam asetat Glasial 1: 1: 3
Orange Pucat
Rf : 0,700


Jarak eluen = 4 cm
a.   Untuk eluen Kloroform: Aseton: Asam asetat Glasial ( 1:3:1)
Kuning Orange
Rf =
     =
     = 0,750
b.   Untuk eluen Kloroform: Aseton: Asam asetat Glasial ( 3:1:1)
Orange
Rf =
     =
     = 0,475
c.   Untuk eluen Kloroform: Aseton: Asam asetat Glasial(1:1:3)
Orange Pucat
Rf =
      =
      = 0,700